Berawal pada tanggal 9 November 1945, pasukan Sekutu di hawah Brigadir Jenderal Ted Kelly mendarat di Sumatra Utara. Pendantan pasukan Sekutu itu diikuti oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Pemerintahan Republik Indonesia di Sumatra Utara ternyata memperkenankan mereka menempati beberapa hotel di Medan seperti De Boer, Grand hotel, dan Hotel Astoria untuk menghormati petugas Sekutu. Selanjutnya scbagian dari mereka tempatkan di Binjai dan Tanjung Morawa.
Sehari setelah mendarat, tim RAPWI mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulau Berayan, Sacntis, Rantau Prapat, Pematang Siantar, dan Brastagi untuk membantu membebaskan para tawanan dan dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur Teuku Muhammad Hassan. Namun, para bekas tawanan itu langsung menjadi inti dari Batalion KNIL Medan. Akibat dari tindakan itu ternyata memancing berbagai insiden. Insiden pertama terjadi tanggal 13 Oktober 1945 di Jalan Bali, Medan. Insiden itu berawal dari ulah seorang Belanda penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih.
Latar Belakang Pertempuran Medan Area
Akibatnya hotel itu diserang dan dirusak oleh para pemuda. Dalam insiden itu 96 orang luka-luka yang sebagian besar adalah orang-orang NICA. Insiden itu menjalar ke beberapa kota lainnya seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Sementara itu, pada tanggal 10 Oktober 1945 terbentuk TKR Sumatra Timur yang dipimpin oleh Achmad Tahir. Selanjutnya, diadakan pemanggilan terhadap bekas Heiho di seluruh Sumatra Timur. Pemanggilan itu mendapat sambutan dari mereka, sehingga di samping TKR juga terdapat organisasi perjuangan lainnya, yaitu Pemuda Republik Indonesia Sumatra Timur yang kemudian menjadi Pesindo.
Setelah keluarnya Maklumat Pemerintah tentang berdirinya partai-partai politik pada bulan November 1945, di Sumatra Timur terbentuk laskar partai. PNI memiliki laskar Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), Masyumi mempunyai laskar Ilizbuilah, dan Parkindo membentuk Pemuda Parkindo. Sebagaimana di kota-kota lain di Indonesia, pasukan Sekutu (inggris) memulai aksinya untuk memperlemah kedudukan Republik Indonesia dengan cara memberi ultimatum agar bangsa Indonesia menyerahkan senjatanya kepada pasukan Sekutu. Hal itu juga dilakukan oleh Brigadir Ted Kelly kepada para pemuda Medan pata tanggal 18 Oktober 45.
Sejarah Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak sekutu menuliskan papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di pinggiran kota Medan. Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal. Inggris bersama NICA melakukan aksi pembersihan terhadap unsur-unsur republik di kota Medan. Sehingga para pemuda membalas aksi-aksi itu sehingga kota Medan menjadi tidak aman. Setiap usaha pengusiran dibalas dengan pengepungan dan bahkan sering terjadi tembak-menembak. Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Inggris dan NICA berusaha menghancurkan konsentrasi pasukan TKR di Trepes.
Selanjutnya, seorang perwira Inggris berhasil diculik oleh kalangan pemuda dan beberapa truk berhasil dihancurkan. Dengan peristiwa itu. Brigadir Jenderal Ted Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata mereka. Kalau tidak menyerahkan, mereka akan ditembak mati. Pada bulan April 1946, tentara Inggris sudah mulai mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk keluar dari kota Medan. Gubernur, Markas Besar TKR, dan walikota pindah ke Pematang Siantar. Dengan demikian, Inggris berhasil menduduki kota Medan.
Tanpa adanya satu komando, mustahil dapat dilakukan serangan yang efektif terhadap kedudukan pasukan Inggris. Pada tanggal 10 Agustus 1946 diadakan pertemuan di Tebingtinggi antar komandan pasukan yang berjuang di Front Medan Area. Pertemuan tersebut memberntuk satu komando bemama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Resimen itu terdiri atas empat sektor, tiap-tiap sektor dibagi lagi menjadi 4 subsektor. Setiap sektor berkekuatan satu batalion. Pusat komandi berada di Sudi Mengerti, Trepes. Dibawah komando tersebut perjuangan Medan Area menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar